Label

Selasa, 12 Maret 2013

Anak Barapan bangsa




Oleh Rinesti Witasari
Anak merupakan masa depan kemanusiaan, jika tidak ada anak maka tidak akan ada masa depan bagi siapapun. Anak adalah harapan bagi bangsa dan negara, karena anak merupakan bibit yang  akan membawa bangsa lebih maju. Semua orang berkeyakinan bahwa kelahiran anak direncanakan dan diinginkan, maka sudah selayaknya masa depan anak untuk diperhatikan dan diperdulikan. Orang tua wajib memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi masa depan anak dan anak memiliki hak untuk mengembangkan kualitas baik untuk kelangsungan hidupnya maupun orang-orang disekitar mereka. Namun di Indonesia menunjukkan kenyataan pahit, sebagian dari anak-anak tersebut mengalami berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan penelantaran.
Di Indonesia pada tahun 2010 tercatat 40.000-70.000 anak telah menjadi korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Mayoritas dari mereka dipaksa bekerja dalam perdagangan seks. Praktik-praktik tersebut terutama berlangsung di pusat prostitusi, tempat hiburan, karaoke, panti pijat, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Di Semarang, Yogya dan Surabaya, terdapat 3.408 anak korban pelacuran baik di lokalisasi, jalanan, tempat-tempat hiburan, dan panti pijat (ILO-IPEC, 2010). Di Jawa Barat jumlah anak yang dilacurkan pada tahun 2010 sebanyak 9000 anak atau sekitar 30 persen dari total PSK 22.380 orang (Dinas Sosial, 2010). Mengacu kepada data Koalisi Nasional Penghapusan ESKA, ada 150.000 anak Indonesia dilacurkan dan diperdagangkan untuk tujuan seksual. Data tesebut menunjukkan bahwa semakin maraknya tindak pidana seksual komersial anak.
Medan tidak ketinggalan, pelacuran anak sudah menjadi fenomena yang menyedihkan sejak lama, bahkan sudah terjadi sejak tahun 1970-an. Pelacuran anak di Medan banyak terjadi di tempat-tempat billiard, taman bermain, di pusat-pusat perbelanjaan, di cafe-cafe, di kos-kosan. Di Medan, jenis ESKA yang dialami anak adalah pelacuran anak baik yang berstatus sebagai pelajar dan tidak berstatus sebagai pelajar, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual. Hal yang paling mengejutkan adalah banyaknya anak-anak sekolah yang telah terjerumus dengan ESKA dan terlibat transaksi seks dengan para Tebe atau tubang, sebutan bagi para pelanggan mereka.
Perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual komersial tidak hanya terjadi di Indonesia saja.  Menurut Laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), secara global  memperkirakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di dunia terdapat 30 juta anak perempuan diperdagangkan. 225.000 orang  diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan 150.000 orang dari Asia Selatan. Dari Kawasan Asia Tenggara, menurut laporan tersebut, Indonesia diduga yang paling terbanyak memperdagangkan perempuan dan anak. Masih menurut sumber badan PBB tersebut,  dari perdagangan anak  diperkirakan memperoleh keuntungan US$ 7 Miliar per tahun.
Yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut salah satunya adalah adanya sifat materialis dan individualis dari semua orang yang terlibat, baik orangtua maupun Si pelaku yang ada didalamnya, semua orang hanya berfikir bagaimana memperoleh materi tanpa memperhatikan kelangsungan hidup yang dihadapi oleh anak, namun sebagian yang menjadi penyebab terjadinya kasus ESKA tersebut adalah anak itu sendiri, dimana anak tersebut tidak dapat memilih hal yang lebih baik atau masih mudah terombang-ambingkan untuk menjalani hidupnya, sebagian dari mereka lebih banyak memilih untuk hidup mewah dengan melakukan pekerjaan seks (PSK) karena dengan bekerja sebagai PSK mereka dapat menghasilkan uang tanpa harus meminta kepada orang tua.
Sangat miris ketika melihat fakta tersebut,  bangsa ini tidak akan pernah maju dengan bermodalkan mental dan jiwa generasi yang hanya dihantui dengan keinginan dan kepuasan materi yang sesaat. Mental generasi bangsa yang semakin memburuk menimbulkan akibat yang sangat meluas dan mencolok terutama dalam hal terjadinya pengeksploitasian anak secara seks komersial.
Kasus seperti ini akan terus berkelanjutan jika kita biarkan begitu saja, sebagai kaum pelajar yang peduli terhadap masa depan bangsa sudah seharusnya tidak membiarkan atau memberikan keleluasaan kepada mereka yang melakukan sindikat tersebut. Dengan melakukan penyuluhan dan sosialisasi terhadap mereka diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus tersebut, namun dalam hal ini peran pemerintah juga sangat diperlukan yaitu dengan memberikan perlindungan penegakkan hukum, kebijakan-kebiajakan dan  program-program yang melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual komersial. Dengan langkah yang kita lakukan diharapkan dapat membantu melindungi anak-anak bangsa dan menghasilkan anak-anak bangsa yang cerdas yang dapat membawa bangsa Indonesia lebih maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar