Oleh
Rinesti Witasari
Anak
merupakan masa depan kemanusiaan, jika tidak ada anak maka tidak akan ada masa
depan bagi siapapun. Anak adalah harapan bagi bangsa dan negara, karena anak merupakan
bibit yang akan membawa bangsa
lebih maju. Semua orang berkeyakinan bahwa kelahiran anak direncanakan dan
diinginkan, maka sudah selayaknya masa depan anak untuk diperhatikan dan
diperdulikan. Orang tua wajib memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi masa
depan anak dan anak memiliki hak untuk mengembangkan kualitas baik untuk
kelangsungan hidupnya maupun orang-orang disekitar mereka. Namun di Indonesia
menunjukkan kenyataan pahit, sebagian dari anak-anak tersebut mengalami
berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan penelantaran.
Di
Indonesia pada tahun 2010 tercatat 40.000-70.000 anak telah menjadi korban
Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Mayoritas dari mereka dipaksa
bekerja dalam perdagangan seks. Praktik-praktik tersebut terutama berlangsung
di pusat prostitusi, tempat hiburan, karaoke, panti pijat, pusat perbelanjaan,
dan lain-lain. Di Semarang, Yogya dan Surabaya, terdapat 3.408 anak korban
pelacuran baik di lokalisasi, jalanan, tempat-tempat hiburan, dan panti pijat
(ILO-IPEC, 2010). Di Jawa Barat jumlah anak yang dilacurkan pada tahun 2010
sebanyak 9000 anak atau sekitar 30 persen dari total PSK 22.380 orang (Dinas
Sosial, 2010). Mengacu kepada data Koalisi Nasional Penghapusan ESKA, ada
150.000 anak Indonesia dilacurkan dan diperdagangkan untuk tujuan seksual. Data
tesebut menunjukkan bahwa semakin maraknya tindak pidana seksual komersial
anak.
Medan
tidak ketinggalan, pelacuran anak sudah menjadi fenomena yang menyedihkan sejak
lama, bahkan sudah terjadi sejak tahun 1970-an. Pelacuran anak di Medan banyak
terjadi di tempat-tempat billiard, taman bermain, di pusat-pusat perbelanjaan,
di cafe-cafe, di kos-kosan. Di Medan, jenis ESKA yang dialami anak adalah
pelacuran anak baik yang berstatus sebagai pelajar dan tidak berstatus sebagai
pelajar, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual. Hal yang paling mengejutkan
adalah banyaknya anak-anak sekolah yang telah terjerumus dengan ESKA dan
terlibat transaksi seks dengan para Tebe atau tubang, sebutan bagi para
pelanggan mereka.
Perdagangan
anak untuk tujuan eksploitasi seksual komersial tidak hanya terjadi di
Indonesia saja. Menurut Laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
secara global memperkirakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di
dunia terdapat 30 juta anak perempuan diperdagangkan. 225.000 orang
diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan 150.000 orang dari Asia Selatan.
Dari Kawasan Asia Tenggara, menurut laporan tersebut, Indonesia diduga yang
paling terbanyak memperdagangkan perempuan dan anak. Masih menurut sumber badan
PBB tersebut, dari perdagangan anak diperkirakan memperoleh
keuntungan US$ 7 Miliar per tahun.
Yang menjadi
penyebab terjadinya hal tersebut salah satunya adalah adanya sifat materialis
dan individualis dari semua orang yang terlibat, baik orangtua maupun Si pelaku
yang ada didalamnya, semua orang hanya berfikir bagaimana memperoleh materi
tanpa memperhatikan kelangsungan hidup yang dihadapi oleh anak, namun sebagian
yang menjadi penyebab terjadinya kasus ESKA tersebut adalah anak itu sendiri,
dimana anak tersebut tidak dapat memilih hal yang lebih baik atau masih mudah
terombang-ambingkan untuk menjalani hidupnya, sebagian dari mereka lebih banyak
memilih untuk hidup mewah dengan melakukan pekerjaan seks (PSK) karena dengan
bekerja sebagai PSK mereka dapat menghasilkan uang tanpa harus meminta kepada
orang tua.
Sangat miris
ketika melihat fakta tersebut, bangsa
ini tidak akan pernah maju dengan bermodalkan mental dan jiwa generasi yang
hanya dihantui dengan keinginan dan kepuasan materi yang sesaat. Mental
generasi bangsa yang semakin memburuk menimbulkan akibat yang sangat meluas dan
mencolok terutama dalam hal terjadinya pengeksploitasian anak secara seks
komersial.
Kasus seperti
ini akan terus berkelanjutan jika kita biarkan begitu saja, sebagai kaum
pelajar yang peduli terhadap masa depan bangsa sudah seharusnya tidak
membiarkan atau memberikan keleluasaan kepada mereka yang melakukan sindikat
tersebut. Dengan melakukan penyuluhan dan sosialisasi terhadap mereka diharapkan
dapat meminimalisir terjadinya kasus tersebut, namun dalam hal ini peran
pemerintah juga sangat diperlukan yaitu dengan memberikan perlindungan penegakkan
hukum, kebijakan-kebiajakan dan program-program yang melindungi anak-anak dari
eksploitasi seksual komersial. Dengan langkah yang kita lakukan diharapkan
dapat membantu melindungi anak-anak bangsa dan menghasilkan anak-anak bangsa
yang cerdas yang dapat membawa bangsa Indonesia lebih maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar