I. PENDAHULUAN
Sulaiman bin Malik
merpakan khalifah ke 7 Bani Umayyah. Dalam pemilihan Sulaiman menjadi khalifah
diawali dengan sebuah konflik yaitu akan dipecatnya Sulaiman sebagai putra
mahkota dan akan digantikan oleh Abdul Aziz yang merupakan putra kandung dari Marwan bin Hakam, namun jabatan khalifah tetap dipegang oleh Sulaiman bin Abdul
Malik pada saat itu. Dan pada masa kekhalifahannya Sulaiman bin Malik
melampiaskan sakit hatinya sehingga pada kepemimpinannya. Sehingga Ia
dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para
pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya.[1] Pemerintahan
sulaiman yang singakat mirip dengan pendahulunya. Ekspansi dilanjutkan di timur
dan di barat, tetapi usaha untuk menyerang istambul tidak membawa hasil.[2]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Siapakah Sulaiman Bin Abdul Malik?
B.
Bagaimana Keadaan Pemerintahan Pada Masa Sulaiman Bin Abdul Malik?
III.
PEMBAHASAN
A.
Sulaiman bin Abdul Malik
Dia bernama Sulaiman bin Abdul Malik bin
Marwan. Dia dilahirkan pada tahun 54 H.[3]
Dia adalah adik dari khalifah sebelumnya al-Walid. Setelah al walid I wafat pada tahun 96 H/715 M, sesuai dengan wasiat Abdul
Malik, Sulaiman bin Abdul Malik menjadi khalifah (96-99H/715-717 M). Segera
setelah menerima jabatan khalifah, Sulaiman melakukan balas dendam terhadap
orang yang sebelumnya tidak mendukungnya sebagai khalifah. Tindakan balas
dendam ini berpangkal pada usaha Al-Walid I sebelumnya untuk memecat Sulaiman
dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan mengangkat putranya sendiri Abdul
Aziz, sebagai putra mahkota. Para penasihat dan panglimanya yaitu Hajjaj bin Yusuf,
Muhammad bin Qasim (jendral Bani Umayyah tahun 711), dan Qutaibah bin Muslim,
mendukung maksud itu, kecuali Umar bin Abdul Aziz (Umar II; 99-102H/717-720M). Umar
II dengan tegas menantangnya sehingga dipecat oleh Al-Walid I dari jabatannya
sebagai gubernur di Madinah.[4]
Setelah
diangkat sebagai khalifah, sulaiman tidak melupakan orang-orang yang pernah
mendukung maksud tersebut. Sungguhpun hajjaj wafat sebelum al-walid,
keluarganya tidak lepas dari pelampiasan dendam sulaiman. Mereka bersama
Muhammad bin qasimdan qutaibah bin muslim mengalami siksaan berat. Muhammad dan
qutaibah akhirnya dibunuh padahal keduanya berjasa memperluas kekuasaan bani
umayyah. Muhammad bin qasim misalnya berhasil memperluas wilayah sampai ke
negeri sind, sedangkan qutaibah berhasil menguasai khurasan dan daerah di
seberang sungai oxus yang meliputi tukharistan, balkh, Bukhara, Samarkand, dan
khawarizm.
B.
Pemerintahan Pada Masa Sulaiman Bin Abdul Malik
Keinginan untuk menaklukkan Konstantinopel
timbul kembali pada masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Untuk itu dia
memrintahkan agar jalan menuju kesana terlebih dahulu diamankan dengan cara
meruntuhkan kubu Romawi di sepanjang jalan tersebut. Tetapi Al-Walid I sudah
meninggal sebelum pasukan dikirim.
Sulaiman yang menggantikan Al-Walid I mencoba melaksanakan rencana
tersebut. Perebutan kekuasaan di lingkungan kekaisaran Bizantium menjadi salah
satu faktor pendorong bagi Sulaiman untuk mewujudkan recana itu. Sulaiman juga
mendapat dukungan dari penguasa Mar’asy yang bernama Leon yang bersedia
berjuang bersama kaum muslim dan berjanji akan memerintah atas nama khlifah
jika ia berhasil menduduki singgasana Bizantium.
Sebuah pasukan besar yang dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Malik
bergerak melalui darat dan laut dan berhasil mencapai Konstantinopel serta
mengepungnya. Tetapi pasukan ini tidak memperoleh hasil yang berarti karena Leon
berkhianat. Leon yang berhasil menduduki singgasana kekaisaran Bizantium atas
bantuan kaum muslim justru berbalik menyerang mereka. Musim dingin dan
terputusnya bantuan serta perbekalan menimbulkan banyak kesukaran bagi kaum
muslim. Akhirnya khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang menggantikan Sulaiman bin Abdul
Malik, memerintahkan penarikan seluruh pasukan pada tahun 717 M. Dengan
demikian pengepungan pun berakhir dan untuk kedua kalinya Konstantinopel
terhindar dari kejatuhannya dari kaum muslim.[5]
Selain itu
kemajuan juga disumbang oleh Musa ibnu Nushair ke negeri afrika dan usaha Thariq
ibnu Zayyad memasuki Spanyol menyebabkan banyak harta rampasan yang didapat,
akan tetapi hati khalif tidak senang.[6]
Sulaiman
memberikan penganiayaan kejam terhadap panglima besar Musa Ibnu Nushair. Dan penganiayaan
itu bukanlah berpangkal kepada maslaah putera mahkota akan tetapi semata-mata
timbul dari ketamakan Sulaiman sendiri, dan kecintaannya berlebih-berlebihan
kepada keduniaan. Menurut riwayat, Musa Ibnu Nushair datang dari Andalusia
dengan membawa hadiah-hadiah dan barang-barang bingkisan. Ketika ia dalam
perjalanan Khalifah Al-Walid I di damaskus jatuh sakit. Dan Sulaiman ingin
sekali supaya ia Al-Walid I meninggal dunia, dan semua bingkisan-bingkisan dari
Andalusia itu jatuh ke tangannya sendiri. Maka ditulislah surat kepada Musa
minta supaya pelan-pelan dalam perjalanannya, hingga ia sampai ke damaskus
sebelum Al-Walid I meninggal dunia. Sebab itu sulaiman menaruh dendam
kepadanya. Dan setelah menjadi khalifah maka disiksanya Musa dan dimasukkannya
kedalam penjara. Disitanya semua harta benda dan dipaksanya dia membayar denda
yang besar jumlahnya, sehingga Musa terpaksa meminta pertolongan bangsa Arab
untuk membayar denda tersebut.[7]
Musa sendiripun
sebelum itu berbuat demikian pula kepada bawahannya Thariq ibnu Zayyad.
Kemajuan Thariq di tanah Spanyol dahulu tiada menyenangkan hatinya, sehingga
sebelum Thariq menyempurnakan rencananya, pangkatnya ditinggalkan pula. Sampai
sekarang tidaklah dikenal orang di mana kubur pahlawan yang telah terlukis
namanya di bukit Spanyol yang menjorok ke bukit Spanyol yang menjorok ke laut
itu, Jabal Thariq (gibraltar).[8]
Di antara
tindakannya yang baik dan menonjol dari khalif adalah ia menjadikan Umar bin Abdul Aziz
laksana perdana menterinya. Dia banyak mengikuti usulan Umar bin Abdul Aziz.
Dia banyak memecat orang-orangnya Al Hajjaj dan melepaskan para tawanan yang
ada di Irak. Dia menghidupkan shalat di awal waktu setelah sebelumnya Bani
Umayyah mematikannya dengan mengakhirkan waktu shalat.
Yahya Al
Ghassani berkata; “Sulaiman pernah melihat wajahnya di cermin. Dia sangat
terpesona dengan keperkasaan dan ketampanannya. Dia berkata, “Muhammad adalah
seorang nabi, Abu Bakar adalah orang shiddiq, Umar adalah Al Faruq, Utsman
sebagai lelaki yang sangat pemalu, sedangkan Mu’awiyah adalah seorang yang
sangat penyantun, Yazid orang yang sabar, Abdul Malik sebagai seorang
politikus, sedangkan Al Walid adalah seorang yang kejam, dan saya adalah
seorang raja yang sangat muda dan perkasa.”
Tak sampai
sebulan dari peristiwa itu dia meninggal dunia. Dia meninggal pada hari Jum’at,
tanggal 10 Shafar 99 H.
Abdur Rahman
bin Hasan Al- Kanani berkata; “Sulaiman meninggal pada saat di medan perang.
Dia meninggal di Dabiq. Saat dia menderita sakit.”
Pada masa pemerintahannya
beberapa daerah bisa ditaklukkan antara
lain Jurjan, Hishn Al Hadid, Saradaniyah, Syaqa (sebuah kota di Armenia),
Thubristan dan kota Slavia.[9]
IV.
KESIMPULAN
1. Sulaiman
Bin Abdul Malik Lahir Pada Tahun 54 H . Ia
dilantik menjadi Khalifah
Usia 42 tahun pada tahun 96 H/715 M, masa Pemerintahannya berlangsung Selama 2 tahun 8 bulan, dia meninggal tepat
pada hari Jum’at,
tanggal 10 Shafar 99 H/717M.
diantara tindakan yang baik dan menonjol darinya
adalah dia mengangkat Umar bin
Aziz sebagai perdana
mentri, melepaskan tawanan
di irak dan menegakkan menjalankan shalat pada awal waktunya.
2. Pada masa pemerintahannya beberapa daerah bisa
ditaklukkan antara lain Jurjan, Hishn Al
Hadid, Saradaniyah, Syaqa (sebuah kota di Armenia), Thubristan dan kota Slavia. Akan tetapi disamping itu pada masa pemerintahannya dia gunakan sebagai pelampiasan kekecewaannya terhadap orang-orang yang dahulu pernah mendukung khalifah
sebelumnya untuk memecatnya dari jabatan sebagai putra mahkota. Selain itu dia
juga menyia-nyiakan Musa bin Nushair karena kerakusannya ingin menguasai harta
peperangan yang diperoleh musa yang merupakan salah satu penyumbang kejayaan
pada pemerintahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
Syamsul Munir. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
As-Suyuthi,
Imam. 2000. Tarikh Khulafa’ Dejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
Chair,
Abd. dkk.
2002. Ensiklopedi
Dunia Islam Khilafah.
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
Syalabi, A.
1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: PT. Alhusna Dzikra
Mufrodi , Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu
Montgomery, W.
1990. Kejayaan Islam : Kajian Kritis dan Tokoh Orientalis. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
[2] W.
Montgomery, Kejayaan Islam
: Kajian Kritis dan Tokoh
Orientalis, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1990), hlm. 26
[3] A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, (Jakarta: PT. Alhusna Dzikra,
1983),hlm. 94
[4]
Abd. Chair dkk, Ensiklopedi Dunia Islam Khilafah, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002 ), hlm. 70-71
[5] Abd.
Chair dkk , Ibid, hlm. 77
[9]
Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’ Dejarah Para Penguasa Islam, (Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 2000), hlm. 266-267
Tidak ada komentar:
Posting Komentar